Minggu, 13 Januari 2013

PROSESI ACARA PERNIKAHAN SUKU BUGIS

Ade A'bottingenna Tau Ogie

Bugis merupakan salah satu suku bangsa diantara sekian banyak suku yang ada di Indonesia. Suku Bugis berasal dari Sulawesi Selatan yang mendiami kabupaten BuluKumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Sindenreng-Rappang, Polewali-Mamasa, Luwu, Pare-pare, Barru, Pangkajene, dan Maros. Daerah Pangkajene dan Maros merupakan daerah peralihan yang juga didiami oleh anggota suku bangsa Makassar.Dalam kesehariannya hingga saat ini orang bugis masih menggunakan bahasa “Ugi” yang merupakan bahasa keluarga besar dari bahasa Austronesia Barat. Selain itu, orang Bugis juga memilikis aksara sendiri yakni aksara lontara yang berasal dari huruf Sansekerta. Rumah tradisionalnya berbentuk panggung yang terdiri atas tingkat atas, tengah, dan bawah.Tingkat atas digunakan untuk menyimpan padi dan benda-benda pusaka. Tingkat tengah,yang digunakan sebagai tempat tinggal, terbagi atas ruang-ruang untuk menerima tamu, tidur,makan dan dapur. Tingkat dasar yang berada di lantai bawah diggunakan untuk menyimpanalat-alat pertanian, dan kandang ternak.Di kalangan orang Bugis masih hidup diantara aturan-aturan yang dianggap luhur dan keramat yang dinamakan Panngaderreng atau panngadakkang. Diartikan sebagai keseluruhan norma yang meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah-laku terhadap sesama manusia dan terhadap pranata sosialnya secara timbal balik (etika).Orang Bugis sangat menjujung harga diri atau dalam bahasa bugisnya disebut “siri” (malu). Dalam hal ini, barang siapa yang menyinggung perasaan mereka atau melanggar adat, maka harus mendapatkan sanksi adat seperti diasingkan, diusir atau bahkan dilenyapkan.Salah satu adat istiadat suku Bugis yang unik adalah adat pernikahannya. Dimana dalam adat pernikahan orang Bugis harus melawati beberapa tahap.Pertama, lettu (lamaran) adalah kunjungan keluarga si laki-laki ke calon mempelai perempuan untuk menyampaikan keinginannya melamar calon mempelai perempuan.Kedua, Mappettuada (kesepakatan pernikahan) adalah kunjungan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan untuk membicarakan waktu pernikahan,jenis sunrang atau mas kawin, balanja perkawinan penyelanggaran pesta dan sebagainya. Namun saat ini, mappettuada biasanya langsung juga dibahas ketika melakukan lamaran.Ketiga, Madduppa (Mengundang) yaitu kegiatan yang dilakukan setelah tercapainya kesepakayan antar kedua bilah pihak untuk memberi tahu kepada semua kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan dilaksanakan.Keempat, Mappaccing (Pembersihan) Ialah ritual yang dilakukan masyarakat bugis (Biasanya hanya dilakukan oleh kaum bangsawan). Ritrual ini dilakukan pada malam sebelum akad nikah dimulai dengan mengundang para kerabat dekat sesepuh dan orang yang dihormati untuk melaksanakan ritual ini. cara pelaksanaannya dengan menggunakan daun pacci (daun pacar), kemudian para undangan dipersilahkan untuk memberi berkah dan doa restu kepada calon mempelai. Hal ini dipercayai untuk membersihkan dosa calon mempelai.  Setelah itu, sungkeman kepada kedua orang tua calon mempelai.Kelima, Hari pernikahan dimulai dengan mappaendre balanja. Prosesi ini dari pihak mempelai laki-laki disertai rombongan dari kaum kerabat, pria-wanita, tua-muda, dengan membawa macam-macam makanan, pakaian wanita dan mas-kawin ke rumah mempelai wanita. Sampai di rumah mempelai wanita langsung diadakan upacara pernikahan, dilanjutkan dengan akad nikah. Pada pesta itu biasa para tamu memberikan kado tau paksolo’. setelah akad nikah dan pesta pernikahan di rumah mempelai wanita selesai dilalanjutkan dengan acara “mapparola” yaitu mengantar mempelai wanita ke rumah mempelai laki-laki.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar